Edukasi.co – Bawaslu Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) mengambil langkah menindaklanjuti kehadiran empat pejabat di acara pembukaan grasstrack di Desa Lubuk Batang Lama, Ogan Komering Ulu pada 24 Agustus 2024.
Empat pejabat tersebut dipanggil untuk dimintai klarifikasi oleh Bawaslu OKU pada Jumat petang, 6 September 2024, terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN.
Pejabat yang dipanggil adalah Kepala Badan Ketahanan Pangan Slamet Riyadi, Kepala Dinas Pariwisata Alfarizi, Kepala Desa Lubuk Batang Lama Jus Imani, dan Sekda OKU Dharmawan Irianto.
Pemanggilan ini terkait laporan media yang mengangkat isu kehadiran pejabat tersebut di acara grasstrack yang memicu kekhawatiran akan potensi pelanggaran netralitas ASN.
Ketua Bawaslu OKU, Yudi Risandi, menjelaskan bahwa pihaknya sedang melakukan pendalaman atas klarifikasi dari keempat pejabat tersebut.
“Hari ini Bawaslu sudah memanggil beberapa pihak terkait isu netralitas ASN di acara itu. Sekarang kami sedang mendalami klarifikasi ini,” ujar Yudi dalam konferensi pers yang digelar pada hari yang sama.
Menurut Yudi, temuan ini berasal dari pemberitaan media, yang dijadikan dasar oleh Bawaslu untuk memanggil para pejabat dan melakukan kajian lebih lanjut. Bawaslu menggunakan Perbawaslu No. 8 Tahun 2022 sebagai dasar dalam melakukan proses ini.
“Kami melakukan klarifikasi berdasarkan temuan, yang dalam hal ini berasal dari pemberitaan di media. Kami membaca, menganalisis, dan mencoba mencari tahu apakah ada pelanggaran netralitas ASN atau tidak. Proses ini sedang kami jalankan,” tambahnya.
Namun, Bawaslu OKU belum dapat memberikan kesimpulan apakah ada pelanggaran terkait netralitas ASN dalam acara tersebut.
“Besok kita masih akan melakukan klarifikasi lebih lanjut. Untuk saat ini, belum ada kesimpulan apakah ada kaitannya dengan netralitas ASN,” tutup Yudi.
Kritik dari Praktisi Hukum: Langkah Bawaslu Dinilai Salah
Langkah Bawaslu OKU ini mendapat kritikan dari Arif Awlan, seorang praktisi hukum sekaligus Ketua DPC Peradi OKU Raya. Menurutnya, penggunaan Perbawaslu No. 8 Tahun 2022 oleh Bawaslu OKU dianggap kurang tepat, karena peraturan tersebut tidak mengatur soal netralitas ASN, melainkan lebih fokus pada penyelesaian dugaan pelanggaran administratif Pemilu yang melibatkan calon legislatif dan calon kepala daerah.
“Seharusnya Bawaslu menggunakan Perbawaslu No. 7 Tahun 2022 yang mengatur tentang temuan dan laporan pelanggaran Pemilu. Prosesnya harus lebih jelas dan sesuai tahapan,” kata Arif.
Lebih lanjut, Arif menilai proses yang dilakukan Bawaslu OKU terbalik. Seharusnya, kajian dilakukan terlebih dahulu sebelum memanggil pihak-pihak untuk klarifikasi.
“Mereka melakukan klarifikasi dulu baru melakukan kajian. Ini terbalik. Seharusnya kajian dan pleno dilakukan dulu sebelum meminta klarifikasi,” ungkapnya.
Arif juga mempertanyakan dasar temuan yang digunakan Bawaslu, terutama jika hanya berdasarkan pemberitaan media. Menurutnya, temuan Bawaslu seharusnya berasal dari laporan masyarakat atau pengamatan langsung oleh Bawaslu sendiri, bukan dari media.
“Pemberitaan media tidak bisa dijadikan dasar temuan. Temuan harus berasal dari pengamatan atau laporan resmi,” tegasnya.
Selain itu, Arif menyoroti isu netralitas ASN yang diangkat Bawaslu. Ia mempertanyakan kepada siapa para pejabat tersebut berpihak, mengingat pada saat acara grasstrack berlangsung, belum ada calon kepala daerah yang mendaftar.
“Jika belum ada calon, lalu mereka berpihak pada siapa? Acara itu murni untuk perayaan 17 Agustus oleh Karang Taruna. Ini menjadi aneh jika dipaksakan masuk dalam ranah netralitas ASN,” jelas Arif.
Arif mengakhiri pernyataannya dengan mempertanyakan langkah Bawaslu yang dianggap tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
“Jika rujukan Bawaslu hanya berdasarkan pemberitaan media, apa gunanya mereka memiliki struktur sampai ke tingkat PTPS? Media tidak bisa dijadikan dasar temuan,” pungkasnya.
Bawaslu OKU hingga saat ini masih melanjutkan proses klarifikasi dan pendalaman terhadap isu ini.(Red/win)